Urban Farming adalah pemanfaatan ruang terbuka atau lahan yang dimiliki, menjadi lahan hijau untuk menghasilkan produk pertanian.
Gerakan urban farming sendiri awalnya bermula di Kuba saat masa embargo atau larangan lalu lintas barang terjadi. Saat itu masyarakat di sana tidak bisa mendapatkan bahan pangan, sehingga mereka memulai urban farming.
Jika pertanian biasanya dilakukan di wilayah pedesaan, urban farming memungkinkan pertanian dilakukan di wilayah perkotaan. Misalnya di halaman belakang, area kosong, lahan terabaikan, area pemukiman, dan lain sebagainya.
Selain diterapkan pada pertanian dan perkebunan, urban farming juga mencakup peternakan dan budidaya.
Dalam beberapa tahun terakhir, urban farming menjadi trend dan kegiatan yang banyak diminati oleh masyarakat khususnya di perkotaan. Berawal dari inisiasi segelintir komunitas pecinta lingkungan yang bergerak sendiri, kini urban farming menjelma menjadi tren gaya hidup.
Urban farming beriringan dengan keinginan masyarakat kota untuk menjalani gaya hidup sehat. Hasil panen dari urban farming lebih menyehatkan karena sepenuhnya menerapkan sistem penanaman organik yang tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida sintesis.

Menerapkan Urban Farming
Urban, sesuai namanya pertanian jenis ini dilakukan oleh masyarakat di perkotaan. Urban farming ini bisa diterapkan di mana saja, seperti di area perumahaan ataupun perkantoran. Di manapun, selama ada lahan kosong atau ruang tak terpakai, siapapun bisa menerapkan urban farming.
Umumnya masyarakat memanfaatkan area balkon, atap rumah, dan pekarangan rumah untuk mereka tanami. Beberapa jenis tanaman yang umum dibudidayakan dalam urban farming ialah sayuran hijau seperti sawi, kangkung, bayam, mentimun, dan pokchoy; tanaman rempah seperti jahe dan serai; umbi-umbian seperti singkong dan ketela; hingga buah-buahan seperti tomat dan anggur.
Urban farming seperti budidaya ikan atau beternak ayam cocok diterapkan pada lahan yang lebih luas.
Metode urban farming yang biasanya digunakan adalah metode hidroponik, vertikultur, akuaponik, dan wall gardening, yang bisa dilakukan di tempat dengan area yang terbatas.
Manfaat Urban Farming
Berikut adalah manfaat dari penerapan urban farming :
- Menghasilkan produk pertanian yang lebih bergizi karena waktu perjalanan distribusinya lebih pendek
- Menghemat anggaran belanja rumah tangga
- Mengurangi sampah dapur karena dapat dijadikan pupuk kompos untuk penanaman
- Membantu konsumen mengurangi “jejak makanan” mereka dengan memberi mereka kesempatan untuk membeli makanan yang ditanam sendiri atau dalam komunitas
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan yang dapat diproduksi dengan sumber daya yang paling sedikit
- Pertanian perkotaan menciptakan lapangan kerja (dan sukarelawan) di kota-kota besar, di mana kemiskinan dan kelaparan sering menjadi masalah yang terus-menerus
- Merangsang ekonomi lokal dengan mengedarkan pendapatan ke seluruh wilayah
- Menyatukan orang dengan minat yang sama karena sebagian besar proyek pertanian perkotaan memerlukan organisasi sosial tingkat tinggi
- Menurunkan populasi orang di kota-kota yang menderita malnutrisi dan berbagai masalah kesehatan terkait makanan lainnya
- Memungkinkan produk segar dan bergizi tersedia bagi masyarakat yang belum pernah mengaksesnya
- Membantu mengoreksi hal ini dengan menurunkan harga pangan sehat dengan menghilangkan perantara dan meningkatkan kesempatan anggota masyarakat yang membutuhkan untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan pangan
- Meningkatkan kesehatan sistem pangan kita di masa depan.
- Memberikan lebih banyak ruang hijau
Jenis Urban Farming yang Sering Diterapkan

Backyard Garden
Sesuai namanya, jenis urban farming ini memanfaatkan lahan pekarangan di belakang rumah. Jenis ini banyak diterapkan di perumahaan daerah Ohio, Amerika Serikat. Keuntungan dari jenis perkebunan yang dilakukan di pekarangan rumah adalah kemudahan untuk panen dan sewaktu-waktu dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan.

Street Landscaping
Jenis isi memanfaatkan lahan di area sarana transportasi dan publik seperti taman dan jalan. Urban farming jenis ini tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga mempercantik juga memberikan kesan yang lebih rindang dan menambah jumlah ruang hijau di perkotaan.

Forest Gardening
Forest gardening memanfaatkan lahan hutan untuk membangun perkebunan secara lebih modern. Jenis ini memadukan sayur-sayuran, buah-buahan, bahkan peternakan sebagai cara memproduksi bahan makanan di lingkungan urban. Penanaman hutan juga dapat menjadi bagian dari kegiatan penghijauan, yang memungkinkan penanaman pohon sebagai langkah mitigasi pemanasan global di perkotaan.

Green House
Awalnya, membangun greenhouse ini membutuhkan ruang yang luas, tetapi beberapa inovasi telah mengembangkan greenhouse dalam berbagai bentuk. Ada beberapa tipe yang dapat dikembangkan berdasarkan tujuan tanaman apa yang ingin dibudidayakan. Jenis ini juga menyediakan kesempatan yang lebih luas untuk petani karena lingkungan tumbuh untuk pertanian dapat diatur sesuai kondisi yang dibutuhkan oleh hasil budidaya.

Rooftop Garden
Jenis urban farming yang satu ini memanfaatkan area atap untuk berkebun. Rooftop garden adalah bukti bahwa ruang terbatas tidak menjadi hambatan untuk bercocok tanam di perkotaan. Keuntungan jenis ini adalah bagian bawah tanam akan terasa lebih sejuk. Tipe rooftop garden dapat meminimalisasi suhu panas dan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan.

Vertical Garden
Jenis ini hanya membutuhkan alas vertical seperti dinding untuk menanam beberapa jenis tanaman yang mendukung, terutama jenis tanaman rambat. Selain tidak membutuhkan banyak ruang, metode ini juga cukup ramah lingkungan, membuat udara semakin bersih, dan membuat ruangan terlihat lebih sejuk.

Aquaponik
Aquaponik mengintegrasikan sistem akuakultur (memelihara ikan) dan hidroponik (tanaman tanpa tanah). Praktik berkebun secara akuaponik biasanya diaplikasikan karena tersedianya peternakan kolam ikan. Akuaponik termasuk teknik adaptatif di mana dengan metode yang benar, jenis urban farming ini dapat memelihara tanaman secara efektif dan memberikan protein alternatif pada tanaman yang ramah lingkungan.
Tantangan Urban Farming
Ukuran luas pekarangan diperkotaan terbilang masih begitu banyak yang sempit. Keterbatasan lahan ini akan menghambat dalam pemanfaatan ruangan untuk pertanian. Penggunaan lahan untuk menerapkan urban farming tidak hanya memperhatikan adanya dan seberapa luas lahannya saja, tetapi juga faktor lain-lain yang menunjang proses pengelolaan dan pemeliharaan lahan dan hasil produksi darii pertanian nanti.
Umumnya jarak antar bangunan di perkotaan begitu padat dan ‘dempet’, menyebabkan terbatasnya pasokan sinar matahari dan terhambatnya sirkulasi udara untuk proses budidaya.
Selain itu, lahan yang dimanfaatkan di wilayah perkotaan tidak selalu berstatus milik pribadi. Contohnya untuk urban farming berjenis street landscaping. Lahan yang digunakan adalah lahan yang statusnya milik publik, pemerintah, atau suatu kelompok/lembaga swasta. Kondisi ini akan mempengaruhi terhadap keberlanjutan usaha masyarakat dan pembinaan yang diberikan oleh pemerintah ataupun swasta dan lembaga.
Tantangan lainnya dalam menerapkan urban farming ialah pengetahuan pelaku. Umumnya, dalam urban farming, para pelakunya bukanlah seseorang yang berlatar belakang pertanian.
Selama ini, para pelaku yang melakukan urban farming cendering belajar secara otodidak dari internet. Kemampuan budidaya yang terbilang baru akan mempengaruhi produktivitas produksi tanaman yang dihasilkan.
Potensi Urban Farming
Profesor dari Arizona State University, Matei Georgescu, mengatakan bahwa berdasarkan penelitiannya, jika implementasi urban farming dilakukan secara penuh di setiap kota besar dunia, produksi urban farming dapat menghasilkan 180 juta ton bahan makanan selama setahun. Angka tersebut merupakan 10 persen dari total hasil produksi makanan secara global.
Urban farming juga berpotensi menghemat 15 miliar kilowatt per jam untuk pemakaian energi dunia selama setahun dan menghasilkan 170.000 ton nitrogen ke udara, sama artinya dengan mencegah turunnya 57 juta meter kubik limpasan badai yang kerap mencemari sungai dan saluran air bersih.
Urban Farming di Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung menggagas Konsep Buruan Sehat Alami Ekonomis (SAE) yang dijadikan rujukan permodelan urban farming. Buruan Sae adalah sebuah program urban farming terintegrasi yang di galakan oleh Dinas Pangan dan Pertanian (DISPANGTAN) Kota Bandung, yang ditujukan untuk menanggulangi ketimpangan permasalahan pangan yang ada di kota Bandung. Program dilaksanakan melalui pemanfaatan pekarangan atau lahan yang ada dengan berkebun untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sendiri.

Konsep Buruan SAE muncul atas keprihatinan terhadap kondisi pangan di Indonesia, khususnya Kota Bandung. Kota Bandung memasok pangannya sebanyak 96% dari kota lain. Menurut Pak Oded yang saat itu adalah Walikota Bandung, kultur perkotaan memang tidak begitu dekat dengan konsep perkebunan mengingat terbatasnya lahan untuk bisa mengaktivasi kebun, sehingga harus diberi perhatian khusus.
Melalui program ini Pemkot Bandung berharap bahwa masyarakat dapat belajar untuk memproduksi bahan pangannya sendiri, sehingga makanan yang dikonsumsi dapat lebih sehat dan alami serta ekonomis. Adapun sektor-sektor yang menjadi target Buruan SAE adalah pangan ikan, sayur, buah, proses kompos, ternak, pembibitan, dan toga.
Dengan adanya Buruan SAE ini diharapkan mampu memenuhi konsumsi keluarga, menjaga rantai pangan, dan menjadi pusat bahan pangan yang sehat juga aman.